Ø Pengertian
Konseling
Burs
& Stefflre (1979) konseling ditandai oleh adanya hubungan profesional
antara konselor yang terlatih dengan klien. Hubungan ini biasanya dilakukan
secara perorangan, meskipun kadang-kadang melibatkan lebih dari dua orang. Hal
ini dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangannya
tentang ruang lingkup kehidupan dan untuk belajar mencapai tujuan yang
ditentukan sendiri melalui suatu yang bermakna, penilaian yang jelas dan
melalui perumusan persoalan tentang emosi dan hubungan interpersonal
sebenarnya,
Ø Tujuan
Konseling
1. Menurut
Willis, konseling adalah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang
terlatih dan berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkannya,
agar berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan
mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu berubah. Menurutnya,
dalam era global dan pembangunan saat ini, konseling bukan saja bersifat
klinis-psikologis, tapi harus lebih menekankan pada pengembangan potensi
individu yang terkandung didalam dirinya, baik intelektual, afektif, sosial,
emosional, dan religius; menjadikannya sebagai individu yang akan berkembang
dengan nuansa yang lebih bermakna, harmonis, sosial, dan bermanfaat. Dengan
demikian, ada perubahan konsepsional antara pengertian konseling lama dengan
konseling baru, dimana konseling bukan saja bersifat klinis, tapi juga bersifat
preventif dan pengembangan individu.
2. Menurut
Prof. Rosjidan, ada tiga kategori yang bisa dicatat dalam hubungannya dengan
tujuan-tujuan sebuah konseling. Tujuan khusus ini meliputi :
- Merubah
tingkah laku yang terganggu
- Mempelajari
tingkah laku yang terganggu,
- Mencegah
problem-problem.
3. Corey
(dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996) mengelompokan tujuan-tujuan konseling
menjadi :
- Reorganisasi
kepribadian
- Menemukan
makna dalam hidup
- Penyembuhan
ganguan emosional
- Penyesuaian
terhadap masyarakat
- Pencapaian
aktualisasi (perwujudan) diri
- Peredaan
kecemasan
- Penghapusan
perilaku maladaptif (sulit untuk menyesuaikan diri)
- Belajar
pola-pola perilaku adaptif
4. Shertzer
dan stone (dalam Abimanyu dan Manrihu, 1996) membuat pengelompokan yang lebih
sederhana mengenai tujuan konseling, meliputi :
- Perubahan
Perilaku
- Kesehatan
mental yang positif
- Pemecahan
masalah
- Keefektifan
pribadi
- Pengambilan
keputusa
5. Stefflre
& Grant (1972) tujuan konseling agaknya lebih terbatas [ini dihubungkan
dengan tujuan psikoterapi] lebih berhubungan dangan membantu pertumbuhan dan
dalam situasi sesaat, membanu seseorang agar bisa berfungsi untuk menyesuaikan
diri dengan peran yang tepat.
Ø Pengertian
Psikoterapi
Dilihat
secara etimologis psikoterapi mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang
artinya jelas yaitu “mind” atau sederhananya: jiwa dan “therapy” mengasuh,
sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah “perawatan terhadap aspek
kejiwaan” seseorang.
Ø Tujuan
Psikoterapi
Berikut
ini akan diuraikan mengenai tujuan dari psikoterapi secara khusus dari beberapa
metode dan teknik psikoterapi yang banyak peminatnya, dari dua orang tokoh
yakni Ivey, et al (1987) dan Corey (1991):
1. Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan psikodinamik, menurut Ivey, et al (1987): membuat
sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Rekonstruksi
kepribadiannya dilakukan terhadap kejadian-kejadian yang sudah lewat dan
menyusun sintesis yang baru dari konflik-konflik yang lama.
2. Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan psikoanalisi, menurut Corey (1991): membuat
sesuatu yang tidak sadar menjadi sesuatu yang disadari. Membantu klien dalam
menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman yang sudah lewat dan bekerja melalui
konflik-konflik yang ditekan melalui pemahaman intelektual.
3. Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan Rogerian, terpusat pada pribadi, menurut Ivey, et
al (1987): untuk memberikan jalan terhadap potensi yang dimiliki seseorang
menemukan sendiri arahnya secara wajar dan menemukan dirinya sendiri yang nyata
atau yang ideal dan mengeksplorasi emosi yang majemuk serta memberi jalan bagi
pertumbuhannya yang unik.
4. Tujuan
psikoterapi pada pendekatan terpusat pada pribadi, menurut Corey (1991): untuk
memberikan suasana aman, bebas, agar klien mengeksplorasi diri dengan enak,
sehingga ia bisa mengenai hal-hal yang mencegah pertumbuhannya dan bisa
mengalami aspek-aspek pada dirinya yang sebelumnya ditolak atau terhambat.
5. Tujuan
psikoterapi dengan pendekatan behavioristik, menurut Ivey, et al (1987): untuk
menghilangkan kesalahan dalam belajar dan untuk mengganti dengan pola-pola
perilaku yang lebih bisa menyesuaikan. Sehubung dengan terapi behavioristik
ini, Ivey, et al (1987) menjelaskan mengenai tujuan pada terapi
kognitif-behavioristik, yakni: menghilangkan cara berfikir yang menyalahkan
diri sendiri, mengembangkan cara memandang lebih rasional dan toleran terhadap
diri sendiri dan orang lain.
Corey (1991) merumuskan
mengenai kognitif-behavioristik dan sekaligus rasional-emotif terapi dengan:
menghilangkan cara memandang dalam kehidupan pasien yang menyalahkan diri
sendiri dan membantunya memperoleh pandangan dalam hidup secara rasional dan
toleran.
6. Tujuan
psikoterapi dengan metode dan teknik Gestalt, dirumuskan oleh Ivey, et al
(1987): agar seseorang menyadari mengenai kehidupannya dan bertanggung jawab
terhadap arah kehidupan seseorang.
Corey (1991) merumuskan
tujuan terapi Gestalt: membantu klien memperoleh pemahaman mengenai saat-saat
dari pengalamannya. Untuk merangsang menerima tanggung jawab dari dorongan yang
ada di dunia dalamnya yang bertentangan dengan ketergantungannya terhadap
dorongan-dorongan dari dunia luar
Ø Persamaan Konseling
dengan Psikoterapi
1. Konseling
dan Psikoterapi merupakan suatu usaha profesional untuk membantu/memberikan
layanan pada individu-individu mengenai permasalahan yang bersifat psikologis.
2. Konseling
dan Psikoterapi bertujuan memberikan bantuan kepada klien untuk suatu perubahan
tingkah (behauvioral change), kesehatan mental positif (positive mental
health), pemecahan masalah (problen solution), keefektifan pribadi (personal
effectiveness), dan pembuatan keputusan (decision making).
3. Konseling
dan psikoterapi membantu dan memberikan perubahan, perbaikan kepada klien
(yaitu, eksplorasi-diri, pemahaman-diri, dan perubahan tindakan/perilaku) agar
klien dapat sehat dan normal dalam menjalani hidup dan kehidupannya.
4. Konseling
dan psikoterapi merupakan bantuan yang diberikan dengan mencoba menghilangkan
tingkah laku merusak-diri (self-defeating) pada klien.
5. Psikoterapi
maupun konseling memberikan penekanan pentingnya perkembangan dalam pembuatan
keputusan dan ketrampilan dalam pembuatan rencana oleh klien.
6. Pentingnya
saling-hubungan antara klien dan psikoterapis ataupun konselor disepakati
sebagai suatu bagian integral dalam proses psikoterapi maupun konseling. Jadi,
inti dari konseling dan psikoterapi adalah bantuan kepada klien melalui
hubungan yang bersifat positif dan membangun.
7. Konselor
sering mempraktekkan apa yang oleh psikoterapis dipandang sebagai psikoterapi
dan psikoterapis sering mempraktekkan apa yang oleh konselor dipandang sebagai
konseling.
Ø Perbedaan
Konseling dengan Psikoterapi
a. Konseling
1. Berpusat
pandang masa kini dan masa yang akan datang melihat dunia klien.
2. Klien
tidak dianggap sakit mental dan hubungan antara konselor dan klien itu sebagai
teman yaitu mereka bersama-sama melakukan usaha untuk tujuan-tujuan tertentu,
terutama bagi orang yang ditangani tersebut.
3. Konselor
mempunyai nilai-nilai dan sebagainya, tetapi tidak akan memaksakannya kepada
individu yang dibantunya konseling berpusat pada pengubahan tingkah laku,
teknik-teknik yag dipakai lebih bersifat manusiawi.
4. Konseling
lebih edukatif, suportif, berorientasi sadar dan berjangka pendek.
5. Konseling
lebih terstruktur dan terarah pada tujuan yang terbatas dan konkret.
b. Psikoterapi
1. Berpusat
pandang pada masa yang lalu-melihat masa kini individu.
2. Klien
dianggap sebagai orang sakit mental dan ahli psikoterapi (terapis) tidak akan
pernah meminta orang yang ditolongnya itu untuk membantu merumuskan
tujuan-tujuan,
3. Terapis
berusaha memaksakan nilai-nilai dan sebagainya itu kepada orang yang
ditolongnya.
4. Psikoterapi
lebih rekonstruktif, konfrontatif, berorientasi tak sadar, dan berjangka
panjang.
5. Psikoterapi
sengaja dibuat lebih ambigu dan memiliki tujuan yang berubah-ubah dan
berkembang terus.
Referensi
:
Gunarsa,
Singgih.D. (2007). Konseling dan
Psikoterapi. Jakarta : PT BPK Gunung Mulia